KRITIK
TERJEMAH
Nama Kitab Sumber : Syarah Al-Hikam
Pengarang : Ahmad bin Atha’ilah
As-Sakandary
Judul
Terjemahan : Menggapai Tingkatan
Shufi dan Waliyullah (Terjemah
Syarah Al-Hikam)
Penerjemah : Musa Turoichan Al-Qudsy
Penerbit : Ampel Mulia
Kota Terbit : Surabaya
Tahun Terbit : 2005
Cetakan : Pertama
Tebal : 306 halaman
Pengritik :
Hermi Ismawati
A. Pendahuluan
Menerjemah
adalah seni yang bersifat aplikatif. Artinya, bahwa ia merupakan keahlian yang
tidak akan pernah lahir dalam diri seseorang kecuali dengan melakukan latihan
dan membiasakan diri dengannya.[1]
Dalam
konteks penerjemahan, setiap penerjemah mempunyai metode dalam menerjemahkan
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, diantaranya: metode harfiah (terjemah
setia), metode tafsiriyah (terjemah bebas) dan metode harfiah-tafsiriyah
(perpaduan antara terjemah setia dan bebas).
Sering kali
sebagai pembaca kitab terjemahan kita merasakan ada suatu kejanggalan, akan
tetapi kita tidak tahu dimana letak kesalahannya. Oleh karena itu, penganalisis
mencoba membaca karya terjemahan syarh al-hikam dengan kritis.
B. Bahasa
Sumber, Bahasa Sasaran dan Alternatif Terjemah
1. Bahasa
Sumber
مِنْ عَلاَمَاتِ الإِعْتِمَادِ عَلَى
الْعَمَلِ نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ الزَّلَلِ[2]
2. Bahasa Sasaran
Sebagian dari tanda-tanda orang yang i’timad
(menyandarkan diri) pada kekuatan amal usahanya adalah berkurangnya pengharapan
terhadap rahmat dan pengampunan Allah ketika ia berbuat suatu kesalahan (dosa).
3. Alternatif Terjemah
Diantara tanda bergantung pada perbuatan adalah berkurangnya
harapan tatkala gagal.
Teks di atas merupakan jenis teks
ilmiah-teoritis-abstraktif,[3]
menekankan pada aspek informasi yang disampaikan. Dalam jenis teks ini, sebuah
persoalan dideskripsikan secara abstraktif, menggunakan bahasa yang lugas,
tegas, bahasa baku dan kadang terikat dengan aturan-aturan baku. Sasaran
pembacanya bersifat terbatas, tidak semua lapisan masyarakat dapat mencernanya
karena membutuhkan interpretasi yang lebih.
C. Analisis
Teks
Terjemah
Leksikal[4]
|
BSa
|
BSu
|
Dari, sejak
|
Sebagian dari
|
من
|
Tanda-tanda
|
Tanda-tanda
|
علامات
|
Bergantung,
bersandar, berpegang, percaya kepada
|
Orang yang i’timad
(menyandarkan diri) pada
|
الاعتماد على
|
Perbuatan, amal
|
Amal usahanya
|
العمل
|
Berkurang
|
Berkurangnya
|
نقصان
|
Pengharapan
|
Pengharapan terhadap
rahmat dan pengampunan Allah
|
الرجاء
|
Ketika, tatkala,
bilamana
|
Ketika
|
عند
|
Ada kesalahan,
kekeliruan, dosa
|
Ia berbuat suatu
kesalahan (dosa)
|
وجود الزلل
|
Tabel
di atas menjelaskan tentang makna bahasa sumber secara leksikal dari kamus
al-munawwir.
Alternatif
Terjemah
|
BSa
|
Bsu
|
Diantara tanda
bergantung pada perbuatan
|
Sebagian dari
tanda-tanda orang yang i’timad (menyandarkan diri) pada kekuatan
amal usahanya
|
مِنْ عَلاَمَاتِ الإِعْتِمَادِ عَلَى
الْعَمَلِ
|
Kata
sebagian dari diganti dengan diantara. Dalam buku mafaza
dijelaskan bahwa kata min kemudian diikuti kata benda jama’, masdar
atau isim tafdhil dalam bahasa arab disebut min li tab’idh
(huruf min yang berfungsi menunjukkan sebagian). Kata tersebut bisa
diartikan diantara, ada, sebagian, dan beberapa tergantung konteksnya.[5]
Dalam mu’jam mufashol[6]
juga dijelaskan bahwa min mempunyai beberapa makna, diantaranya:
أ.
الابتداء:
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 ÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtÎã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»t#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# [7]ÇÊÈ
ب.
التبعيض:
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä cÎ) ô`ÏB öNä3Å_ºurør& öNà2Ï»s9÷rr&ur #xrßtã öNà6©9 öNèdrâx÷n$$sù 4 bÎ)ur (#qàÿ÷ès? (#qßsxÿóÁs?ur (#rãÏÿøós?ur cÎ*sù ©!$# Öqàÿxî íOÏm§ ÇÊÍÈ [8]
ج.
التعليل:
$£JÏiB öNÍkÉJ»t«ÿÏÜyz (#qè%Íøîé& (#qè=Åz÷é'sù #Y$tR óOn=sù (#rßÅgs Mçlm; `ÏiB Èbrß «!$# #Y$|ÁRr& ÇËÎÈ [9]
د.
الزائدة
وتأتى بعد: النفي والنهي والاستفهام
Kata
tanda-tanda bisa dipadatkan menjadi tanda. Penerjemahan bentuk jama’
dalam bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia tidak selamanya harus mengikuti
pola repetisi atau pengulangan sebagaimana yang berlaku dalam kaidah bahasa
Indonesia. Atau dengan kata lain, tidak semua bentuk jama’ dalam bahasa
Arab harus diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dalam bentuk jama’ pula.[10]
Menurut Suparno, setiap ada kata min kemudian diikuti jama’ maka
cara menerjemahkan cukup dengan mufrodnya saja.[11]
Contoh:
من مظاهر
ضعف الإيمان هو الكسل لأداء الواجبات والنوافل
Artinya:
Diantara fenomena lemah iman adalah malas menjalankan kewajiban dan
ibadah sunnah.
Kata
orang yang i’timad (menyandarkan diri) diganti dengan bergantung.
Secara sintaksis kata الاِعْتِمَادِ عَلَى merupakan
bentuk masdar dari اعتمد على
yang berarti اتكال،
استفاد، ثقة (kepercayaan,
ketergantungan, hal bersandar, bergantung.[12]
Dalam kamus al-wasith juga dijelaskan اعتمد
الشيء وعليه: اتكأ ويقال: اعتمد فلانا، وعليه: اتكل، و_الشيء: قصده، و_أمضاه،
يقال: اعتمد الرئيس الأمر: وفق عليه، وأمر بإنفاذه.[13] Jadi, dapat disimpulkan
bahwa lafadz tersebut bisa diartikan bergantung karena jika diartikan orang
yang i’timad akan menimbulkan beberapa pertanyaan. Disamping itu, lafadz الاعتماد
على bukanlah isim
fa’il yang mempunyai arti orang yang.
Kata kekuatan amal
usahanya diganti dengan perbuatan. Dalam hal ini, penerjemah
menambahkan kata kekuatan dan usahanya dalam penerjemahan. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan bagi para pembaca. Secara sintaksis
kata العمل
merupakan bentuk masdar dari عمِل yang berarti berbuat, mengerjakan, melakukan, aktivitas,
operasi, amal.[14]
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata amal[15]
berarti: (1) perbuatan (baik atau buruk), contoh: amalnya sangat tidak terpuji;
(2) perbuatan baik yang mendatangkan pahala menurut agama Islam, contoh: salat
adalah amal ibadat manusia kepada Allah; (3) segala sesuatu yang dilakukan
dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap masyarakat atau sesama manusia
(memberi derma mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam, penderita
cacat, anak yatim piatu dan sebagainya), contoh: membuka dompet amal. Sedangkan
perbuatan[16]
adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan), contoh: kita harus menghindari
pebuatan tercela.
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa kata amal dan perbuatan merupakan padanan
kata, dimana kata amal telah menjadi kosa kata yang diserap dari bahasa Arab.
Dalam hal ini, penganalisis, tertarik pada arti kata amal yang kedua yaitu
lebih bersifat keagamaan atau ukhrowy. Oleh karena itu, penganalisis
memilih kata perbuatan pada alternatif terjemahnya.
Alternatif
Terjemah
|
Bsa
|
Bsu
|
berkurangnya harapan
tatkala gagal
|
berkurangnya pengharapan
terhadap rahmat dan pengampunan Allah ketika ia berbuat suatu
kesalahan (dosa)
|
نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ
الزَّلَلِ
|
Dalam
kajian ilmu nahwu, kata نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُوْدِ
الزَّلَلِ adalah susunan mubtada’ muakhor yang tersusun atas
mudhof-mudhof ilaih (idhofah) dan keterangan. Mubtada’ yang
diakhirkan dalam konteks ini hukumnya jawaz (boleh).[17]
Jadi, tidak menutup kemungkinan jika mubtada’nya didahulukan dan berarti
penerjemahannya juga bisa dibalik.
Secara
sintaksis kata نقصان adalah bentuk isim masdar dari lafadz نقص yang mengikuti
wazan فُعْلاَنُ. Dalam kamus al-Ashri disebutkan نقص:
قلّ، انخفض (berkurang) dan نقصان: نقص
(kekurangan).[18]
Kata
pengharapan terhadap rahmat dan pengampunan Allah diganti harapan.
Secara sintaksis kata الرجاء adalah bentuk masdar dari kata رجا
yang berarti pengharapan.[19]
Dalam kamus Al-Ashri disebutkan bahwa رجاء = أمل yang berarti harapan, keinginan dan
cita-cita.[20]
Dalam hal ini, penerjemah menggunakan teknik penerjemahan bebas (free
translation) sering tidak terikat pada pencarian padanan kata atau kalimat,
tetapi pencarian padanan itu cenderung terjadi pada tataran paragraf atau
wacana,[21]
sehingga penerjemah menghadirkan sederetan kata untuk memperjelas maksud dari
yang disampaikan penulis. Akan tetapi, penganalis lebih cenderung pada arti harfiah
saja.
Al
pada kata الرجاء termasuk al li ‘ahdi dzihni,[22]
yaitu al yang berfungsi untuk mengkhususkan kata karena sudah diketahui sebelumnya,
contoh: كما أرسلنا إلى فرعون رسولا(15) فعصى فرعون
الرسول[23] Dalam ilmu tasawuf, kata الرجاء berarti harapan
terhadap rahmat dan ampunan Allah.
Kata
ketika diganti dengan tatkala. Sebagaimana telah dijelaskan pada
analisis teks di atas bahwa kata ketika, tatkala, dan bilamana termasuk
padanan kata. Jadi, penganalisis hanya menawarkan terjemah tatkala
dengan alasan padanan kata saja dan hal ini tidak merubah makna yang dimaksud
serta termasuk kata baku.[24]
Kata
ia berbuat suatu kesalahan (dosa) diganti dengan gagal. Secara
sintaksis وجود merupakan bentuk masdar dari kata وجد yang berarti كون وكيتزنة
(ada, keberadaan, eksisitensi)[25]
sedangkan kata الزلل juga termasuk bentuk masdar dari kata زلّ yang berarti الخطاء (kesalahan, kekeliruan, dosa)[26].
Dalam kamus munjid disebutkan الزلل (مص): المكان الذى يزلق فيه. ويستوي فيه المذكر والمؤنث كالزلّ،
ارتكاب الذنوب[27]. Jadi, jika kata وجود
الزلل diterjemahkan ia
berbuat suatu kesalahan (dosa) menurut penganalisis kurang pas, karena kata
itu tidak termasuk isim fa’il. Secara leksikal kata ini bermakna ada
kesalahan, tapi menurut panganalisis ada kesalahan bisa diganti gagal.
Dengan alasan, jika ada suatu kesalahan dalam pekerjaan atau perbuatan
berarti ia gagal dalam menjalankan pekerjaan itu. Dalam hal ini, penganalisis
menggunakan teknik calque (al-naql bi al-muhakah).[28]
Yaitu, mengalihkan sebuah kalimat atau kata yang memiliki makna spesifik dengan
berpijak pada sebagian makna yang dikandungnya (tidak secara utuh), guna
menciptakan kata atau kalimat yang sesuai dengan bahasa sumber sehingga didapat
makna yang otonom.
Secara
garis besar, penerjemah menggunakan metode harfiah-maknawiyah.[29]
Yaitu, metode penerjemahan yang memadukan antara terjemah harfiah dan
terjemah bebas. Pertama, penerjemah bisa mengalihkan teks sumber secara harfiah
dengan mengikuti struktur dan urutan teks sumber: kata per kata. Kemudian
mengalihan terjemahan harfiah ke dalam strktur bahasa pennerima yang
pokok; di sini terjadi proses transposisi tanpa menambah atau mengurangi.
Selanjutnya, seorang penerjemah mengulangi proses penerjemahan dengan menyelami
perasaan, emosi atau spirit penulis melalui penggunaan metafora yang relevan
dan gaya bahasa serta penulisan yang dipakai. Sehingga pada akhirnya, seorang
penerjemah mengambil keputusan untuk membuang apa yang perlu dibuang,
menambahkan apa yang perlu ditambah, dan memilih diksi yang sesuai.[30]
D. Penutup
Alhamdulillah,
penganalisis telah menyelesaikan studi kritik terjemah syarh al-hikam.
Apabila ada kesalahan dalam penulisan ataupun pengetikan, kami mohon maaf.
Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan. Dan akhirnya, semoga kritik
terjemah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penganalisis pada
khususnya.
[1] M. Faisol Fatawi, Seni Menerjemah, (Malang:
UIN Press, 2009),hal.13
[2] Musa Turoichan Al-Qudsy, Menggapai
Tingkatan Shufi dan Waliyullah (Terjemah Syarh Al-Hikam), (Surabaya: Ampel
Mulia, 2005), hal. 7
[3] M. Faisol Fatawi, op.cit, hal. 78
[4] A. W. Munawwir, Kamus
Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif,
1997), hal. 480-1538
[5] Abdurrahman Suparno, Mafaza
Pintar Menerjemahkan Bahasa Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Absolut, 2005),
hal.55
[10] M. faisol Fatawi, op.cit, hal. 121-122
[11] Suparno, op.cit,
hal.54-48
[12] Atabik Ali dan Ahmad
Zuhri Muhdhor, Kamus Krapyak Al-Ashry Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi
Karya Grafika,TT), hal. 156
[14]
Atabik Ali, op.cit, hal. 1322
[15] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 47
[16] Ibid, hal. 224
[18] Atabik Ali, op.cit,
hal.1939
[19] Munawwir, op.cit.
hal. 480
[20] Atabik Ali, loc.cit, hal.
959
[21] M. Rudolf Nababan, Teori
Menerjemah Bahasa inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hal.31
[22]
Syekh Musthafa al-ghulayani, op.cit, hal. 96
[24] Ernawati Waridah, EYD
dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2008), hal.61
[25]
Atabik Ali, op.cit, hal. 2003
[26]
Munawwir, op.cit, hal. 580
[28] M. Faisol Fatawi, op.cit, hal. 36
[29] Nur Mufid dan Kaserun AS.
Rahman, Buku Pintar menerjemah Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2007), hal. 13
[30] M. Faisol Fatawi, loc.cit, hal. 61
thanks bermanfaat banget
BalasHapus